Entri Populer

Sabtu, 21 Mei 2011

Analisa Data Hasil Pengkajian Pasien dengan Menggunakan Teori Psikologi

I. PENDAHULUAN

Setiap manusia tidak terlepas dari dilemma hidup. Apabila dilemma itu tidak dapat dipecahkan maka terjadilah respons emosional dalam diri seseorang. Respon itu akan membentuk sebuah istilah yang kita sebut dengan depresi. Depresi dapat terjadi pada siapapun dan tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun ras. Banyak orang beranggapan bahwa depresi itu merupakan suasana hati seseorang ketika ia merasa sedih namun anggapan itu sepenuhnya adalah keliru. Definisi WHO mengenai depresi dapat diungkapkan sebagai kondisi gangguan mental yang hadir dengan suasana hati tertekan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendahnya harga diri, gangguan tidur & nafsu makan, serta menurunnya konsentrasi.
Depresi disebabkan oleh beberapa faktor utama seperti faktor genetika, lingkungan, peristiwa hidup, kondisi medis, dan cara orang bereaksi terhadap hal-hal yang terjadi dalam hidup mereka. Faktor tersebut dapat menyebabkan terganggunya aktivitas sosial seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi perawat merupakan tantangan besar untuk mampu menghadapi pasien yang mengalami gangguan mental khususnya depresi. Perawat harus mampu mencegah rasa putus asa dan ketidakberdayaan yang dialami pasien karena hal itu akan memicu usaha bunuh diri yang biasanya sering dilakukan oleh pasien-pasien depresi. Menurut Holinger tahun 1978 & Offer tahun 1981 menyatakan pasien yang sering melakukan usaha bunuh diri biasanya pasien yang berada diusia remaja dan usia lanjut. Setelah usia remaja angka bunuh diri akan berkurang namun melonjak kembali pada usia tua (Yustinus, 2006).
Untuk mencegah usaha bunuh diri perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan pasien dengan cara mengumpulkan dan menganalisis data menurut teori-teori psikologi. Hal ini dikarenakan teori psikologis memberikan penjelasan berbasis bukti untuk mengetahui penyebab depresi melalui tindakan, perasaan, kepribadian, pola pikir, sejarah dan pengalaman masa lalu serta hubungan interpersonal (Nemade, Reiss & Dombeck, 2007). Pasien yang dikaji adalah pasien X,wanita, 28 tahun, mengalami depresi karena ditinggalkan kekasihnya tanpa alasan yang jelas.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk menganalisa dan membandingkan kesehatan pasien ini dengan menggunakan teori-teori psikologi serta memilih pendekatan yang tepat untuk membantu mengatasi masalah yang dialami pasien.

II. Analisa Data Hasil Pengkajian Pasien Depresi dengan Menggunakan Teori Psikologi
Sebagai bagian dari kondisi medis psikiatris menurut teori humanistik, depresi didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang menganggap dirinya berbeda/real self dengan fakta objektif/ ideal self (Beck & Alford, 2009). Kondisi depresi ini biasanya akan mempengaruhi perasaan, pikiran, fisik dan tingkah laku seseorang. Hal ini dikarenakan pasien depresi mengalami pengurangan rasa harga diri secara luar biasa dan mengalami kemiskinan ego dalam skala yang besar. Namun menurut Sigmund Freud dalam teori pikodinamikanya ia mengatakan bahwa depresi merupakan reaksi kompleks terhadap kehilangan (loss). Dengan adanya rasa sedih yang normal kemudian timbul depresi sebagai respon dari kehilangan seseorang atau sesuatu yang sangat dicintai.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa terdapat persamaan antara definisi teori psikodinamika dan teori humanistik dengan masalah yang dialami pasien X. Pasien ini mengalami depresi karena ia ditinggalkan oleh kekasihnya tanpa alasan yang jelas. Hal itu membuat pasien tidak bisa menerima dirinya sendiri karena menurut pasien kejadian itu merupakan kesalahannya. Data pasien tersebut juga dapat dihubungkan dengan teori kognitif yang menyatakan bahwa seseorang berpikiran negatif tentang dirinya dan mereka melakukan interpretasi yang salah dan menyimpang dari realita (Beck & Alford, 2009). Dari teori kognitif tersebut dipertegas kembali bahwa pasien X menilai peristiwa yang terjadi dari segi negatif dengan cara mengkritik diri sendiri secara berlebihan. Akibatnya pasien X tidak mampu membentuk konsep diri yang positif sehingga pasien mengalami depresi yang hebat dalam dirinya.
Terdapat dua tipe gejala pada pasien depresi yaitu depresi yang ditandai dengan kelambanan / retarded depression dan depresi yang ditandai dengan ketidaktenangan / agitated depression (Yustinus, 2006). Tidak hanya ada satu gejala tunggal dari depresi tetapi banyak gejala-gejala lain. Gejala-gejala itu antara lain gejala emotional manifestations seperti; perubahan perasaan pasien terhadap respon gembira saat situasi senang dan respon sedih saat situasi dukacita, perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya ikatan emosional, meningkatnya frekuensi menangis dan hilangnya rasa humor; gejala cognitive manifestations seperti; rendahnya penilaian terhadap diri sendiri, timbulnya pikiran-pikiran negatif, menyalahkan dan mencela diri sendiri, ketidaktegasan/ sulit membuat keputusan, dan mempunyai gambaran yang salah tentang citra diri; gejala motivational manifestations seperti; hilangnya motivasi dalam melakukan segala aktivitas, keinginan untuk menghindar dan menarik diri, meningkatnya ketergantungan dan menginginkan bantuan, pegarahan dan bimbingan dari orang lain; dan gejala terakhir yaitu vegetative manifestations seperti hilangnya nafsu makan, mengalami gangguan tidur, hilangnya nafsu seksual, perasaan lelah yang sangat berat, gangguan berat badan dan kemampuan fisik (Beck & Alford, 2009).
Berdasarkan hasil pengkajian diperoleh data-data bahwa pasien X cenderung lambat dalam melakukan aktivitasnya seperti duduk, makan,dan aktivitas lainnya, tatapan mata kosong, pasien selalu diam dan nada bicara yang datar tanpa ada ekspresi wajah, pasien tidak nafsu makan, pasien terlihat sedih dan murung, pasien sulit untuk tidur, dan ketika teman sejawat pasien mengunjunginya serta memberikan sedikit humor, pasien hanya terdiam dan tidak merespon hal tersebut.
Bila dibandingkan dengan teori psikodinamik dapat disimpulkan bahwa pasien ini termasuk di dalam tipe gejala depresi yang ditandai dengan kelambanan/ retarded depression karena pasien cenderung lambat melakukan gerakan tubuh. Pasien X juga mengalami gangguan pada emotional manifestation yaitu saat pasien tidak memberi respon ketika temannya memberi cerita humor dan pasien menganggap sumber kesalahan terdapat pada dirinya. Selain itu pasien mengalami gangguan pada motivational manifestations karena hilangnya keinginan pasien untuk melakukan aktivitasny dan pasien selalu berdiam diri. Pasien juga mengalami gangguan cognitive manifestations dibuktikan ketika proses pemikiran pasien berjalan sangat lambat saat ada pembicaraan dari pihak lain, gangguan pada vegetative manifestations juga terjadi pada diri pasien diketahui dari perolehan data yang menyatakan bahwa pasien sulit untuk tidur dan berkurangnya nafsu makan. Berdasarkan hasil perbandingan di atas dapat dinyatakan bahwa adanya persamaan antara teori dengan masalah yang dihadapi pasien.
Pasien depresi rentan terhadap tindakan bunuh diri sebagai usaha melarikan diri dari konflik yang tidak terselesaikan. Hal ini tidak bertolak belakang terhadap penjelasan Meninger tahun 1938 yang menyatakan bahwa teori psikodinamik memberikan pandangan mengenai tujuan orang bunuh diri bukan hanya untuk membinasakan diri tetapi juga objek (orang) yang hilang yang telah diidentifikasikan orang tersebut karena dianggap terdapat pengkhianatan atau penolakan. Meyer & Salmon tahun 1998 juga mendukung hal ini dengan yang menjelaskan bahwa konsep Sigmund Freud yang terdapat dalam teori evolusioner mengenai instink kematian dan teori psikodinamika mengenai kehilangan kontrol ego yang menjadi dasar utama bagi seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri. Hasil pengkajian pasien X, diperoleh data bahwa pasien ditemukan oleh temannya hendak melakukan usaha bunuh diri sampai akhirnya tindakan itu digagalkan dan pasien dibawa ke rumah sakit dalam kondisi tubuh tidak berdaya.
Setelah dilakukan analisa data, terdapat persamaan antara teori yang dinyatakan oleh Sigmund Freud dengan data objektif pasien. Hal tersebut dinilai dari kemarahan yang dialami pasien X dialihkan pada diri sendiri sehingga timbul usaha bunuh diri dari dalam diri pasien. Hal ini juga dipertegas dari ungkapan pasien yang mengatakan “aku ingin mati” dan “aku yang bersalah”. Kalimat ini dapat diartikan sebagai ungkapan agresi terhadap objek (orang) dan bukan terhadap diri sendiri. Ego lebih menonjol dibandingkan id karena dorongan untuk bertahan hidup berkurang. Selain itu ditemukan juga instink kematian karena terdapat perbuatan-perbuatan pasien yang menjurus pada kematian yaitu usaha bunuh diri.
Setelah mengetahui penjabaran dari teori-teori psikologi diatas, dapat ditentukan bahwa pendekatan yang sesuai untuk membantu mengatasi masalah pasien X adalah dengan menggunakan pendekatan kognitif. Hal ini dikarenakan bahwa pendekatan kognitif berfokus pada pengurangan gejala dengan mengidentifikasi permikiran pasien yang benar dan mengoreksi asumsi pasien yang salah. Terapi konsentrasi ini dapat mengubah pemikiran dan tindakan yang negatif dalam hidup pasien X, sehingga pasien X tidak lagi menginterpretasikan bahwa dirinya yang bersalah dalam konflik yang sedang dialaminya.

III. Kesimpulan
Banyak teori-teori psikologi yang berhubungan dengan kasus depresi, namun dalam kasus ini penulis menghubungkannya dengan teori psikodinamika, teori evolusioner, teori humanistik dan teori kognitif. Berdasarkan penjelasan dari ketiga teori ini diketahui dua tipe gejala pada pasien depresi yaitu depresi yang ditandai dengan kelambanan / retarded depression dan depresi yang ditandai dengan ketidaktenangan / agitated depression. Selain itu juga, diketahui bahwa terdapat beberapa gejala-gejala pada pasien depresi yang berhubungan dengan masalah kepribadian pasien X diantaranya adalah gangguan emotional manifestation, motivational manifestations, cognitive manifestations, dan vegetative manifestation.
Gangguan-gangguan depresi tersebut akan membuat pasien mengalami keputus asaan dan ketidakberdayaan. Hal tersebut akan mendorong pasien untuk melakukan usaha bunuh diri. Demi mencegah tindakan tersebut maka perawat perlu melakukan pendekatan kognitif. Pendekatan kognitif ini akan membantu pasien X mengubah pemikiran atau asumsi yang salah tentang dirinya. Sehingga pasien tidak mempersalahkan dirinya secara berlebihan dan depresi pasien X dapat teratasi.

1 komentar: